Jonathan Arnold : Dari ‘Belenggu Salib’ Menuju ‘Keteduhan Islam’
Kisah berikut ini adalah kisah seorang muallaf dari kota Malang mantan
Pendeta Militan pelaku Pemurtadan yang banyak mengandung pelajaran
berharga dan bahan renungan bagi kita bersama, berikut penuturannya.
Saya dilahirkan 14-Juli 1943 di kota Malang Jawa Timur, hari Minggu pukul 09.00 WIB saat lagu kidung suci dikumandangkan di Gereja. Ayah saya seorang militer AD yang ditokohkan dan disegani oleh warga Kristiani (Protestan).
Hidup dalam kedisiplinan yang tinggi adalah ciri keluarga kami. Sebagai
seorang anggota militer, ayah saya telah menerapkan kedisiplinan yang
tinggi dalam kehidupan kami dan sebagai seorang Kristiani yang
ditokohkan, maka ayah saya termasuk yang sangat tidak bersahabat dengan
umat Islam.
Saya masih ingat betapa hebatnya orang tua menanamkan kebencian-kebencian dalam hati saya terhadap Islam.
Menurut penuturan ibu, hal itu bermula dari tingkah laku oknum-oknum
orang Islam yang banyak membikin sakit hati ayah. Itulah sebabnya saya
dilarang bergaul dengan mereka dan selalu diawasi dengan ketat.
Pada usia tiga bulan saya di babtis di gereja GPI Malang dengan nama
Jonathan Arnold. Tiga tahun kemudian saya mulai sekolah di sekolah
Minggu ( Zondaag School ) di gereja, sampai kemudian melanjutkan ke SMP
dan SLTA Kristen.
*) Menjadi Pengkabar Injil
Kelebihan-kelebihan saya dalam sastra, kelancaran lidah saya dalam
menyampaikan nas-nas suci BIBLE, ditunjang dengan keberanian dan
penampilan saya yang meyakinkan, maka beberapa sesepuh Gereja menyatakan
bahwa saya cocok sekali untuk menjadi pengkabar Injil. Inilah alasan
ayah saya mengirim saya ke sekolah Theologia di kota Batu-Malang.
Nilai akhir yang gemilang dan suksesnya theater yang saya tangani, para
pendeta dan tokoh gereja mendesak orang tua saya agar mau mengirimkan
saya ke Universitas Leiden-Belanda.
Perjalanan ke negeri
Kincir Angin saya lewati dengan mulus, saya memilih jurusan Pekabaran
Injil dan filosofia, prinsip mata kuliahnya tidak jauh berbeda dengan
yang saya terima di STI Batu-Malang.
Setelah lulus dari
Belanda, saya diangkat menjadi pendeta di kabupaten Lumajang pada akhir
tahun 1967, saya langsung membentuk misi pekabaran yang sering dikenal
dengan istilah kristenisasi, apa yang saya lakukan ini bukanlah hal yang
baru. Hal ini telah dilakukan sejak zaman Belanda.
*) Perjalanan hidupku sebagai penginjil
Saya susun personil-personil yang cukup terlatih, terampil dan mau
bekerja untuk Tuhan, ramah tamah, murah senyum dan tak kalah pentingnya
bekal yang harus dimiliki anggota misi adalah sabar dan tahan pukul.
Karena tugas meraka memang sangat berat. Mereka harus berani
menyampaikan berita dari Allah dengan ‘door to door system’, Semua harus
dilaksanakan dengan iklash, bersih hati dan senang.
Karena
Tuhan Yesus ( padahal Yudas-lah yang memanggul salib) telah rela
memanggul salib sengsaranya yang cukup jauh. Oleh karena itu tidak ada
alasan untuk berberat hati.
*) Mencari kelemahan orang Islam
Sebelum operasi benar-benar mulai, saya tebarkan anggota misi untuk
meneliti dari dekat kehidupan orang-orang muslim. Ternyata ada 3
kelemahan :
Pertama, Banyak orang Islam yang ikut-ikutan, Islamnya hanya Islam KTP dan tidak paham tentang Islam.
Kedua, seringkali terjadi perpecahan antar umat Islam.
Ketiga, banyak umat Islam yang serakah, tamak, bakhil tidak mau menolong fakir miskin dan yatim piatu.
Dengan tiga faktor ini saya mulai misi, darah militer orang tua rupanya
mengalir dalam tubuh saya, seperti seorang jendral mengatur pasukan
tempur, saya sebar anggota saya ke daerah-daerah terpencil,
berpendidikan rendah dan berekonomi rendah.
*) Strategi memurtadkan orang Islam
Saya menyebut misi ini dengan sebutan ‘Operasi Simpati’, yaitu agar
memperoleh simpati orang-orang Islam dengan jalan menolong fakir miskin.
Dana yang kami peroleh cukup besar, karena di samping
bersumber dari jemaat sendiri juga dari luar negeri seperti : Belanda,
Amerika dan Australia.
Saya juga berpesan kepada anggota misi agar segala sesuatunya tidak berkesan menarik orang masuk Kristen.
Yang kesulitan biaya untuk sekolah di beri bea siswa, yang sakit diberi
obat-obatan, yang susah dihibur, yang lapar diberi makan, yang lemah
ekonomi diberi modal, bahkan yang keluarganya matipun ditolong dalam
biaya dan pelaksanaan pemakaman, maka operasi simpati ini tampak dari
luar sebagai operasi kemanusiaan, sehingga orang Islam banyak yang
tertarik masuk Kristen tanpa dipaksa.
Hasilnya sangat mengagumkan, dalam waktu singkat dapat memurtadkan hampir 1000 orang.
Namun saya belum puas dengan hasil ini, saya meragukan kemurtadan
mereka, apakah karena ekonomi atau benar-benar ikhlash masuk Kristen.
Maka saya bikin formula baru yaitu saya kembangkan pergaulan bebas
muda-mudi ala barat, saya kenalkan valentine day, pakaian dan kesenian
barat, kebudayaan hingga olahraga dan kegiatan-kegiatan lainnya yang
mencuri waktu sholat hingga banyak anak-anak tidak sholat dan mengaji,
padahal, hal tersebut sebelumnya telah menjadi budaya umat Islam.
*) Usaha saya melemahkan pondok pesantren
Penyusunan sistem, metode, personil untuk pelayanan pekerjaan Tuhan
juga telah saya persiapkan sangat matang, bahkan gereja pun sudah saya
dirikan lengkap dengan sekedul kegiatannya.
Dalam perjalanan
pengkabaran Injil ke daerah Jember saya rencanakan hendak melemahkan
pondok-pondok pesantren, terutama pondok pesantren "Kyai Haji Ahmad
Shiddiq”.
Di sinilah saya bertemu dengan gadis berkerudung
putih, pertemuan yang kemudian membuahkan pernikahan antara pendeta dan
gadis muslimah.
Saya dapat menikahinya karena berpura-pura telah masuk Islam dengan surat palsu yang saya bikin di penghulu Jatiroto.
Rumah tangga berjalan aman hanya beberapa hari saja. Sebab
masing-masing punya akidah yang tidak bisa dipertemukan, kebencian saya
terhadap Islam makin lama semakin tidak bisa ditutup-tutupi, terjadilah
pertengkaran demi pertengkaran dan setiap kali saya marah, istri saya
tidak pernah melawan, yang dilakukannya yaitu langsung shalat dan baca
Al-Qur’an.
Dari sinilah timbul keinginan saya yang makin lama
makin keras untuk mengetahui kandungan Al-Qur’an, maka saya pinjam
AL-Qur’an yang ada terjemahannya terbitan dari DEPAG.
*) Hatiku mulai mendapat petunjuk
Terus terang saya belum pernah membaca Al-Qur’an, kalau membuang hampir tiap hari.
Pada suatu malam terjadilah sesuatu yang aneh, saat semua orang tidur
nyenyak, sepi dan hening, Al-Qur’an saya buka dan seluruh tubuh saya
seolah gemetar semua, ketika saya buka persis pada halaman yang ditandai
benang pembatas yaitu surat Ar-Rahman, saya terpana dengan keindahan
bahasa Al-Qur’an yang di ulang-ulang walau kalimatnya sederhana "Nikmat
Tuhan manakah yang kamu dustakan”.
Lembar demi lembar saya
buka, dan sampailah pada ‘surat Maryam’, Maryam ibunya Yesus dikisah-kan
dalam Al-Qur’an lebih terhormat, suci, luhur dan mulya dari pada kisah
Maryam dalam Alkitab.
Begitu juga dengan sifat Tuhan dalam
Al-Qur’an, Tuhan itu Esa adanya, ini berarti tidak boleh ada alternatif
lain selain Allah SWT. Berbeda dengan Alkitab yang menyatakan Tuhan itu
tiga yang amat tidak logis, apalagi doktrin Tuhan trinitas tersebut baru
ada 325 tahun setelah Yesus diangkat kelangit.
Al-Qur’an
mengisahkan Allah itu kekal, yang membedakan antara mahluk dengan Tuhan,
tetapi dalam Alkitab dikisahkan Tuhan telah mati di salib dan Tuhan
dikisahkan kalah berkelahi dengan Ya’kub.
Masih banyak hal-hal logis yang tidak saya jumpai dalam Alkitab yang membuat imanku mulai goyang.
Hari masih pagi ketika itu, langit tampak cerah dan matahari begitu
hangatnya, semalaman saya tidak dapat tidur dengan pikiran yang kalut.
Kemarin saya bertengkar dengan istriku, seperti biasa karena keyakinan
yang berbeda. Pagi itu istriku minta dipulangkan ke rumah orang tuanya,
karena tidak kuat menahan perasaan karena suami selalu memojokkan bahkan
menghina keyakinan.
“Maaf mas, saya mau nikah sama mas
karena kehendak orang tua. Di Islam hukumnya anak harus nurut sama orang
tua. Saya sudah taat, tetapi rupanya saya mau di-Kristenkan, maaf mas,
bagi saya lebih baik kehilangan Mas dari pada harus kehilangan
Iman-Islam, Besok setelah sholat subuh antarkan saya kembali ke orang
tua.” minta istriku.
Besok harinya, tiba-tiba istri saya sudah siap untuk minta dipulangkan ke orang tuanya.
“Kamu harus tetap tinggal di rumah ini bersama saya” kata-kataku memulai dan dia menatapku dengan tajam.
“sampai perasaanku hancur…sampai imanku hancur..??” tanyanya.
“..Tidak..!!, aku tidak akan berbuat sekasar itu lagi terhadapmu, aku
berjanji didepan Tuhan, kau bebas dengan agamamu, bahkan kau bebas
membaca kitab sucimu. Tadi malam kitab itu telah aku baca, isinya luar
biasa dan benar mutlak. Tapi maaf…aku masih belum yakin, bahwa Islam
agama yang benar, aku akan menyelidiki” jawabku menjelaskan pada
istriku.
“Kalau Islam yang benar mas ?” tanya istriku.
“Kalau Islam yang benar maka aku akan masuk Islam, tetapi kalau
ternyata Islam yang salah atau keliru, maka kamu haarus masuk gereja”
jawab saya menantang.
*) Iman saya mulai goyang dan tertarik dengan agama Islam
Saya mulai membeli buku-buku Islam, minta bantuan ke kedutaan-kedutaan
Islam, bagian penerangan Kerajaan Islam Saudi Arabia. Saya datang ke
pondok-pondok pesntren mulai dari Banyuwangi sampai ke Kediri.
Tidak ada waktu yang berlalu kecuali saya isi dengan belajar
perbandingan agama, saya bertekad mencari kebenaran. Saya tidak ingin
membohongi hati nurani.
Banyak sekali kebenaran hakiki yang
saya jumpai dalam Al-Qur’an, semakin lama semakin nampak
kejanggalan-kejanggalan dalam Alkitab, dalam Alkitab banyak sekali
pertentangan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, banyak juga
berkisah tentang pornografi dan mensifati Tuhan dengan sifat yang
mustahil, belum lagi Alkitab tidak ditulis dalam bahasa Yesus.
Kejanggalan-kejanggalan ini membuat saya semakin bernafsu mencari sampai dimana kekeliruan-kekeliruan Alkitab.
*) Aku resmi keluar dari Gereja Protestan
Pada suatu malam saya bermimpi melihat menara gereja saya yang
dikerubuti burung-burung. Langit mendadak terbuka, Para malaikat dan
bidadari turun, dan seorang bidadari cantik menyanyikan lagu yang amat
merdu, sampai saya terjaga dari tidur, dan masih kedengaran suara
bidadari itu.
Setelah saya amati, ternyata suara itu adalah
suara istri saya yang sedang membaca Al Qur’an. Sejenak kemudian istri
saya membangunkan saya,
“Mas… katanya ingin ketemu Tuhan, mari silakan”.
Malam itu saya bangun, di luar hujan deras diselingi petir
menyambar-nyambar. Saya bangun dan cuci muka lalu duduk di atas sajadah
yang biasa digunakan istri saya sholat.
Saya memang sering bangun tengah malam. Kalau istri saya sholat, saya cuma berdoa saja.
Sementara hujan belum reda saya khusu’ berdoa sampai tidak terasa air mata saya berlinang, saya memohon kepada Tuhan,
“..Ya Tuhan tolonglah saya, berilah petunjuk kepada saya, kalau memang
benar Yesus itu Tuhan, tetapkan hati saya, akan tetapi kalau bukan,
tolong beri saya petunjuk kepada siapa saya harus menyembah”.
Tiba-tiba badan saya menggigil, keringat dingin mengucur amat derasnya,
kembali terngiang suara kiai-kiai, ulama-ulama, yang pernah berdialog
dengan saya bahkan suara dari buku-buku Islam yang saya pelajari, seolah
semua berkata “Islam adalah agama yang benar”.
Lalu
secepatnya saya menulis surat kepada Dewan Gereja Jatirto-Lumajang
dengan tembusan ke Jakarta, saya menyatakan keluar dari gereja
protestan, dan ketika membaca surat saya, istri saya terkejut dan
berkata,
“Terlalu cepat pernyataan ini, sudahkah Mas pikirkan benar?”.
Saya jawab, “Bagiku bahkan terlalu lamban, sekian lamanya aku
terombangambing antara kebenaran dan ketidak benaran, aku sudah tak
sanggup lagi membohongi diri sendiri”.
“Sudah mantap benar Mas?”, tanya istri saya,
“Yah, aku mantap bahwa Islam adalah agama yang benar!”. Jawab saya,
“Kalau begitu mari saya bimbing membaca syahadat”. Ajaknya.
Lalu istri saya berwudhu dan sholat dua rakaat. Sementara itu saya
melihat lonceng di dinding menunjuk pukul 02.10 WIB dini hari.
Usai ia sholat, tangan saya dijabat,
katanya, “Mari saya bimbing masuk Islam, disaksikan oleh Allah, seluruh
malaikat, Nabi dan Rasul, termasuk junjungan kita Nabi Muhammad saw,
coba tirukan: ASYHADU ALLA ILLAHA ILLALLAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR
RASULULLAH”.
Istri saya tak kuat menahan air matanya jatuh bercucuran.
Dan sejak itu tersiarlah berita dari mulut ke mulut,
“..Jonathan masuk Islam..!”.
Majalah dan surat-kabar juga turut meramaikan. Ayahpun akhirnya
mengetahui kalau saya masuk Islam dan memanggil saya pulang, ayah
menyodorkan majalah ke hadapan saya dan saya menganggukkan berita
tentang saya. Ayah marah sekali dan wajahnya nampak merah padam.
Ayah saya marah sekali,
“Terlalu gila kamu..Biaya ayah habis banyak karena kamu. Ini berarti
kamu telah mengkhianati cita-cita orang tua. Sekarang aku perintahkan
kamu pulang kembali ke Malang dan kembali ke Gereja!”.
Saya hanya dapat menundukkan kepala dan ti-dak berani menatap wajah ayah yang merah padam itu.
Saya jawab, “Tidak ayah, saya sudah menyatakan masuk Islam dan saya sudah berjanji mati bersama Islam”.
Ayah saya semakin berang dan tiba-tiba menggedor meja,
“Terlalu gila..jadi kau sudah benar-benar hendak meninggalkan gereja?”.
Saya hanya bisa menganggukkan kepala, langsung ayah saya menyahut tidak senang,
“Baiklah kalau kamu sudah tidak bisa diatur lagi, kamu tidak usah
mengaku orang tua di sini, keluar! Dan jangan menginjakkan kakimu lagi
di rumah ini!”.
*) Saya diusir dan kerja di pabrik gula
Sejak itu saya diusir dan sayapun meninggalkan rumah .
Di Jatiroto, saya ajak istri saya untuk segera meninggalkan rumah dinas
Gereja. Tidak ada yang saya bawa dari rumah itu, sebab saya memang
merasa semua kekayaan di rumah itu milik gereja.
Selanjutnya,
saya ditolong oleh orang-orang Islam, ditempatkan di rumah dinas PG.
Jatiroto yang kebetulan tidak ada yang menempati.
Alhamdulillah, berkat perjuangan tokoh-tokoh Islam akhirnya saya masuk dan menjadi karyawan PG. Jatiroto.
Saya mulai belajar sholat dan membaca Al-Qur’an, dibawah tuntunan istri saya sendiri.
Satu ketika, disaat lagi asyik-asyiknya belajar sholat, datanglah adik
saya yang anggota marinir dua jip lengkap dengan anggota-anggotanya.
Agaknya keluarga saya di Malang tetap akan memaksa saya kembali ke
Malang dan kembali mengelola gereja.
Saat itu dengan tegas saya jawab, ”Maaf, saya sudah memilih Islam dan berjanji mati dengan Islam!”.
Agaknya sudah diatur sebelumnya, begitu mendengar jawaban saya, ia
langsung membuka sabuk kopelreim dan dipukul-pukulkan di kepala saya dan
saya terjatuh ke lantai dengan berlumuran darah. Saya baru sadar
kembali setelah di RS Jatiroto.
Kala itu, ulama-ulama dan tokoh-tokoh agama Islam sama berdatangan menjenguk saya di RS. Jatiroto.
Setelah peristiwa itu, beberapa ulama dan kyai mulai menampilkan saya
di masjid-masjid untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran ajaran
Islam. Atas bimbingan dan dorongan dari mereka itulah saya akhirnya
lebih giat lagi mempelajari, memperdalam Al-Qur’an dan Hadits.
Saya mulai dikenal masyarakat Islam secara luas, waktu-waktu saya
terisi dengan acara-acara pengajian, dari kampung ke kampung, dari
pesantren ke pesantren, dari kota ke kota, Jawa Timur, Bali, Lombok,
Sumatera Selatan, Kalimantan dan Alhamdulillah sampai ke Malaysia.
Bapak M. Nasir dengan Dewan Dakwah Islamiyah (DDII) nya mendengar
cerita tentang saya dan pada tanggal 29 Agustus sampai dengan 8-9-1991
saya mendapat kehormatan diundang pada kesempatan Silaaturrahmi Jamaah
Muhtadien di Cisalopa, Bogor Jawa Barat, dimana pada kesempatan itu
dihadiri pula oleh para Pengurus Rabithah Al Alam Islamy dari Saudi
Arabia.
*) Bergabung ke jamaah Muhtadien
Forum
silaturrahmi Jamaah Muhtadien ini adalah suatu acara yang
diselenggarakan oleh orang-orang yang telah mendapat hidayah dari Allah
SWT yang kemudian masuk Islam, mereka terdiri dari bekas orang-orang
Kristen, Pendeta maupun Pastur.
Sejak itu, setiap kali
diundang pengajian, saya selalu dipanggil dengan “Haji Muhammad
Abdillah” sebenarnya saya merasa sangat malu, karena saya belumlah
menunaikan ibadah haji ke tanah suci.
Pada suatu malam,
sepulang dari acara pengajian, sebelum berangkat tidur saya menyempatkan
diri untuk melaksanakan sholat tahajjud.
Pada saat sholat itulah,
sengaja saya menangis dihadapan Allah SWT, saya bermunajat, memohon
kemurahan Allah SWT agar saya dapat menunaikan ibadah haji.
Setelah sekian puluh kali hal ini saya lakukan, Allah Yang Maha Rahman
dan Rahim mendengar munajat saya dan Alhamdulillah pada musim haji tahun
1992, di suatu pagi sekitar tiga hari setelah hari raya Idul Fitri,
datang kepada saya sepucuk surat undangan dari Raja Fadh Arab Saudi yang
isinya mengundang saya untuk menunaikan ibadah haji.
Allah
sungguh Maha Besar, saya seolah dalam mimpi ketika tiba-tiba saya sudah
bersujud di Masjidil Haram persis di muka Ka’bah. Kala itu air mata saya
tak terbendung lagi, mengalir deras membasahi pipi dan seolah-olah
menjeritkan suara hati saya,
“.. Yaa Allah, pada akhirnya telah
sampailah perjalanan saya yang sangat meletihkan dari Yerusalem ke Tanah
Suci Mekkah, ampuni dan terima taubat hambamu ini dan jadikan hambamu
ini termasuk golongan haji yang mabrur…Aamiin Ya Robbal Alamin..”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar